Era Post Truth, Anak Muda Harus Bijak di Media Sosial

perkembangan teknologi

topmetro.news – Media sosial kini menjadi salah satu sumber favorit untuk mencari berita atau informasi. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, kini memungkinkan setiap orang membuat dan menyebarkan berita dalam hitungan detik.

“Istilah ‘post-truth’ pun kini semakin populer dipicu oleh meningkatnya signifikansi media sosial sebagai sumber berita. Dan dibarengi dengan semakin besarnya ketidakpercayaan terhadap fakta dan data yang disajikan oleh institusi terkait maupun media massa,” ungkap Astri Megatari, Government Public Relation dalam acara Kemendagri Goes To Campus Nasional Is Me di Universitas Multimedia Nusantara, Serpong, Banten, Senin (2/3/2020).

Penggunaan istilah ‘post-truth’ sebenarnya pertama kali digunakan pada Bulan Januari 1992 dalam sebuah artikel pada Nation Magazine. Artikel tersebut ditulis oleh seorang penulis keturunan Serbia-Amerika, Steve Tesich.

Makna Post-Truth

Post-truth dapat didefinisikan sebagai kata sifat yang berkaitan dengan kondisi atau situasi dimana pengaruh ketertarikan emosional dan kepercayaan pribadi lebih tinggi dibandingkan fakta dan data yang objektif dalam membentuk opini publik.

“Jika dahulu jurnalistik di era tahun 2000 ke bawah, jurnalis dikelola oleh instansi jurnalis seperti televisi atau media cetak. Namun saat ini, masyarakat banyak yang percaya dengan media sosial untuk mengakses informasi. Padahal media sosial bukanlah platform jurnalistik,” ungkap Michael Tjandra, yang sudah 15 tahun berprofesi sebagai jurnalis televisi.

“Disinilah pentingnya peran jurnalis, untuk tetap menghadirkan informasi yang berimbang, cover both sides dan tidak memihak. Tugas utama jurnalis adalah menyampaikan kebenaran dan menyampaikan informasi yang bermanfaat. Bukan justeru memperkeruh suasana atau menimbulkan keresahan di masyarakat,” tambah Michael.

Untuk itulah literasi media khususnya media sosial, sangat penting bagi semua kalangan. Terutama bagi generasi milenial yang paling banyak menggunakan media sosial.

Informasi Nonjurnalisme

Masyarakat harus memahami, tidak semua informasi merupakan bentuk dari jurnalisme. Sehingga tidak menelan bulat-bulat informasi dan tidak mudah terjebak dalam penggiringan opini. “Hoaks dan berita negatif dapat berpotensi memecah belah bangsa, hal inilah yang harus dihindari. Oleh karena itu, mari kita lebih bijak dalam menyikapi informasi dan tidak mudah menyebarkan berita,” tutup Astri.

Acara yang dipandu oleh Sony Mongan (penyiar radio) dan Yohana Elizabeth (pemerhati pendidikan) ini, diikuti oleh sekitar 500 mahasiswa dari berbagai jurusan di Universitas Multimedia Nusantara. Kegiatan ini didukung oleh Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Ditjen Politik & PUM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bekerja sama dengan komunitas Nasionalisme Radikal (Nakal) dan Yayasan Bentang Merah Putih dan rencananya dilangsungkan di 23 kampus sepanjang tahun 2020 di seputar Jabodetabek.

Kemendagri Goes to Campus ‘Nasional Is Me’ bertujuan untuk menambah wawasan kebangsaan dan memperkuat rasa cinta tanah air khususnya di kalangan generasi milenial. Acara ini disiarkan secara live di jaringan Radio Persada dan Heartline. Untuk informasi lebih lengkap, dapat diakses di website dan media sosial resmi Ditjen Politik & PUM Kemendagri yaitu polpum.kemendagri.go.id, @ditjen_polpum (Instagram), @ditjenpolpum (Twitter) dan FB Fanpage Ditjen Polpum.

sumber | RELIS

Related posts

Leave a Comment